Tuesday, May 22, 2012
SEMANGAT LAGI
Matahari mulai meninggi selepas subuh,
Rona jingganya semakin menebar kepenjuru selatan langit. Jama’ah tempat aku sala tsubuh sudah meninggalkanku seorangdiri .Aku pindah dari tempa tdudukku,
berbalik, dan, “ Oh, Iya sekarang hari Jum’at, Aduh!”
Hari Juma’at adalah hari raya setiap pekan,
ternyata bagiku, hari Juma’at juga sering menjadi hari yang paling
melelahkan bagiku.Tampaknya Juma’at kali ini juga tak akan berbeda dengan hariJuma’at-jumat sebelumnya.
Kubuka lemari penyimpanan tenda dan tiang tiang dengan agak malas. Aku harus memasang tenda dihalaman
masjid karena jama’ah ibadah Juma’at nanti pasti meluber tak tertampung di masjid.
Aku segera memasang tiang - tiang penyangga tersebut dihalaman. Tugas selanjutnya adalah memasang tenda itu sendiri. Semua ini sering saya lakukan sendiri.Teman-teman remaja
masjid yang cuma beberapa orang jarang yang sukses untuk shalat subuh berjama’ah.KalauPak
Thakmir datang mengimami, jarang pula
membantu karena kesibukannya. Sekedar memasang tenda tentu tak banyak menguras tenaga. Tetapi bagiku permasalahan hari Juma’at bukan hanya sekedar memasang tenda tanpa teman. Sehabis pulang sekolah nanti,
tak jarang juga aku harus membersihkan lantai Masjid.Kemudian, kadangaku pula yang
menjadi muadzin. Apalagi kalau khatibnya berhalangan hadir.Otomatis aku pula yang
harus mengganti. Padahal, sebagai seorang yang bukan penuntut ilmu, lama-lama materi ceramahku juga habis. Keadaan semacam ini sudah ku jalani selama
3 tahun. Bukan karena aku sendiri yang pengen masuk surga,
hingga aku kerjakan semua ini.Kondisi kampungku memang memprihatinkan. Selain terkenal sebagai perkampungan Nasrani,
orang muslimnya juga banyak tukang maksiat. Tidak hanya sekedar meminum minuman keras,
penjual ganja dan para tuna susila pun juga ada.
“ Alhamdulilahsudah, Fuih”
Syukur sambil menarik nafas panjang. Ku
pandangi hasil kerjaku sambil merenungi rutinitas ini . “ Memang sulit disini
,….sampai kapan seorang diriya? “ aku tak bisa menyalahkan siapapun tetapi aku juga sulit untuk tidak sekedar mengeluh.
Dengan langah pelan tapi pasti.Keluarlah aku dari gerbang
masjid menuju rumah.” Oh,” tampaknya ada yang terlupa.” Waduh ada kran air yang
belum kuganti”aku harus pergi kerumah pakThakmir ini” gumanku. Langkahku pun
terbelok kerumahPak Thakmir.Tiba-tiba,” Asalamualaikum,
!”sebuah suara yang dulu kukenal menyapa .” Eh mas Kantong, gimana khabarnaya,
Mas?” jawabku sambil menjabat tangan kakak seperjuanganku dulu.
“
Baik-baik saja, Alhamdulilah,”
nama sebenarnya sih Mas Ismail. Tapi temen-temen seperjuanganku menjulukinya Mas
Kantong, maklum orang tuanya berdagang semua jenis kantong palstik, dia dulu adalah aktivis islam dikampungku.
Lewat bimbingannya pula, Akusedikit demi sedikit memahami ajaran agama islam. Kini
mas kantong sudah berkeluarga dan pindah di batas kota.
Setelah berbasa-basi sejenak,
mas Kantong bertanya, “Gimana keadaan masjidnya? Ramai? Kegiatanya sekarang apa aja?”
“Hee…” Aku nyengirdulu.“Biasa mas. TPA saja sama kajian bapak-bapak dan remaja. Yang
aktif cuma sedikit, mas” jawabku.“Ngak pa-pa, yang penting masih ada. Zaman dulu malah lebih mengenaskan..”tanggap
Mas Kantong. Kemudian Mas Kantong bernostalgia. Bertapa dulu maumengurus masjid
juga sangatsedikit. Menjelang ramadlan, Mas Kantong sendiri yang pontang-panting
carik hatib ceramahs hubuh dan tarawih, ketika Ramadhan tiba, habis saur, Mas Kantong sendirian
yang menyiapkan karpet untukjamaah putri. Selain Ramadhan,
beliau juga masih mengurusi pembinaan anak-anak remaja. Hal
itu berjalan bertahun-tahun.
Aku Cuma tertegun mendengar nostalgia
tersebut. Aduh malu rasanya, bisik kudalam hati. Aku baru ngurusi sebentar dan sedikit saja sudah
males-malesan dan mau patah semangat, bisikku lagi, jika dibandingkan Mas
kantong aku belum ada apa-apanya
“..nah itu dulu. Mmm…sudah yaa ku ad akeperluan,
Tampaknya kamu juga mau kerumah pakThakmir kan? Disambungkapan-kapan aja.Assalamualaikum..”salam Mas
Kantong sambil menjabat tanganku yang ketahuan bengongnya” Eh..Iya, wa’alaikum,”
jawabku.
Mas
Kantong sudah berlalu, tapi hatiku masihmerenung. Memang masihsedikit apa yang
kita berikan kepada islam. Masih banyak yang pengorbananya lebih besar dari pada kita. Rasullulah
saw yang sampai berdarah dilempari batu dan dijuluki macam-macam. Banyak sahabat nabi
yang gugur berperang untuk islam. Lalu apa yang sudah kita berikan? Tak usah mengeluh.
Ayo semangt lagi! Ayo semangt lagi!
Subscribe to:
Posts (Atom)