Wednesday, July 31, 2013

KISAH MENGHARUKAN, PENANTIAN PANJANG SEORANG IBU

Kisah ini dimulai dari kisah seorang pengemis wanita yang juga ibu seorang gadis kecil. Tidak seorang pun tau, yang tahu nama aslinya, tapi beberapa orang tahu sedikit masa lalunya, melainkan dibawa oleh suaminya dari kampung halamannya.

Seperti kebanyakan kota besar di dunia ini, kehidupan masyarakat kota terlalu berat untuk mereka. Tidak sampai setahun di kota itu, mereka sudah kehabisan seluruh uangnya.

Hingga suatu pagi mereka menyadari akan tinggal dimana malam nanti dengan tidak sepeserpun uang di kantong. Padahal mereka sedang menggendong sorang bayi berumur satu tahun. Dalam keadaan panik dan putus asa, mereka berjalan dari satu jalan ke jalan lainnya. Tiba saatnya di sebuah toko memberi mereka sedikit tempat untuk berteduh.

Kepergian ayah ..

Saat itu dingin Desember bertiup kencang, membawa titik air yang dingin. Ketika mereka beristirahat di bawah atap toko itu, sang suami berkata “saya harus meninggalkan sekarang untuk mendapatkan pekerjaan apapun kalau tidak malam nanti kita akan di sini”.

Setelah mencium bayinya, ia pergi. Dan itu, adalah kata-katanya yang terakhir karena setelah itu ia tidak pernah kembali. Tak seorang pun yang tahu dengan pasti kemana pria itu pergi. Tapi beberapa orang seperti melihatnya menumpang kapal yang menuju Afrika.

Selama beberapa hari berikutnya, sang ibu yang malang terus menunggu kedatangan suaminya, dan bila malam menjelang ibu dan anaknya tidur di emperan toko itu. Pada hari ketiga, orang-orang yang lewat mulai memberi mereka uang kecil. Dan jadilah mereka pengemis di sana selama enam bulan berikutnya.

Pada suatu hari, tergerak oleh semangat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, ibu itu bangkit dan memutuskan untuk bekerja. Persoalannya adalah di mana ia harus menitipkan anaknya, yang kini sudah hampir dua tahun, dan tampak amat cantik. Kelihatannya tidak ada jalan kecuali meninggalkan anak itu disitu, dan berharap agar nasib tidak memperburuk keadaan mereka.

Suatu pagi ia berpesan kepada anaknya, agar ia tidak pergi kema-mana, tidak ikut siapapun yang mengajaknya pergi atau yang menawarkan gula-gula. Pendek kata, gadis itu tidak boleh berhubungan dengan siapapun selama ibunya tidak di tempat.

“dalam beberapa hari mama akan mendapatkan cukup uang untuk menyewa kamar kecil yang berpintu. Dan kita tidak lagi tidur dengan angin dirambut kita.

Gadis itu mematuhi pesan ibunya dengan penuh kesungguhan, maka sang ibu mengatur kotak kardus dimana mereka tinggal selama 7 bulan agar tampak kosong dan membaringkan anaknya dengan hati-hati didalamnya.

Disebelahnya ia meletakkan sepotong roti, kemudian dengan mata basah, ia bekerja sebagai pemotong kulit. Begitulah kehidupan mereka selama beberapa hari, hingga di kantong sang ibu kini terdapat cukup uang untuk menyewa sebuah kamar berpintu di daerah kumuh tersebut.

Dengan sukacita sang ibu menuju ke penginapan miskin-miskin terseubt membayar uang muka sewa kamarnya. Tapi siang itu juga sepasang suami istri pengemis yang moralnya amat rendah menculik gadis cilik itu dengan paksa dan membawanya sejauh 300 kilometer ke pusat kota.

Di situ mereka mendandani gadis cililk itu dengan baju baru, membedaki wajahnya menyisir rambutnya dan membawanya ke sebuah rumah mewah di pusat kota.

Berpisah dengan mama ..

Di situ sang gadis cilik itu dijual. Pembelinya adalah pasangan suami istri dokter yang kaya, yang tidak pernah bisa punya anak sendiri, walaupun mereka telah menikah selama 18 tahun. Suami istri dokter tersebut memberi nama anak gadis itu Serrafona, mereka memanjakannya dengan amat sangat.

Di tengah-tengah kemewahan gadis kecil itu tumbuh dewasa. Ia belajar kebiasaan-kebiasaan orang terpelajar seperti merangkai bunga, menulis puisi dan bermain piano. Ia bergabung dengan kalangan-kalangan kelas atas, dan mengendarai Mercedes Benz ke mana pun ia pergi. Satu hal yang baru terjadi menyusul hal lainnya, dan bumi terus berputar tanpa kenal istirahat.

Pada umurnya yang ke 23, Serrafona dikenal sebagai anak gadis gubernur yang amat jelita, yang pandai bermain piano, dan menyelesaikan gelar dokternya. Ia adalah figure yang menjadi impian setiap pemuda, tapi cintanya direbut oleh seorang dokter muda yang bernama Geraldo.

Setahun setelah perkawinan mereka ayahnya wafat, dan Serrafona beserta suaminya mewarisi beberapa perusahaan dan sebuah real estate sebesar 14 hektar yang diisi dengan taman bunga dan istana yang paling megah dikota itu.

Menjelang hari ulang tahunnya yang ke 27, sesuatu terjadi yang mengubah kehidupan wanita itu. Pagi itu Serrafona sedang membersihkan kamar mendiang ayahnya yang sudah tidak pernah dipakai lagi, dan di laci meja kerja ayahnya, ia menemukan selembar foto anak bayi yang digendong sepasang suami istri.

Selimut, yang dipakai untuk menggendong bayi itu kummel dan bayi itu sendiri tampak tidak terawat, karena wajahnya dilapisi bedak tetapi rambutnya tetap berantakan.

Sesuatu di telinga kiri bayi itu membuat jantungnya berdegup kencang. Ia mengambil kaca pembesar dan mengkonsentrasikan pada pandangan telinga kiri itu. Kemudian ia membuka lemarinya sendiri dan mengeluarkan sebuah kotak kayu.

Di dalam kotak yang berukiran indah itu dia menyimpan seluruh barang-barang pribadinya. Tapi diantara benda-benda mewah itu tampak sesuatu yang terbungkus kapas kecil sebentuk anting-anting melingkar yang amat sederhana, ringan dan bukan terbuat dari emas murni.

Almarhum ibunya memberi benda itu dengan pesan untuk tidak menghilangkannya. Ia sempat bertanya, kalau itu anting, di mana pasangannya. Ibunya menjawab bahwa hanya itu yang ia punya. Serrafona menaruh anting itu di dekat foto.

Sekali lagi ia mengerahkan seluruh kemampuannya melihatnya dan perlahan-lahan air matanya jatuh. Kini tidak ada keraguan lagi bahwa bayi itu adalah dirinya sendiri. Tapi kedua orang yang menggendongnya, dengan senyum yang dibuat-buat, belum pernah dilihatnya sama sekali.

Foto seolah membuka pintu lebar-lebar pada ruangan yang selama ini menghantui pertanyan-pertanyaannya, kenapa bentuk wajahnya berbeda dengan wajah kedua orang tuanya, kenapa ia tidak menuruni golongan darah ayahnya.

Saat itulah, sepotong ingatan yang sudah seperempat abad terpendam, penglihatan di benaknya, bayangan seorang wanita membelai kepalanya dan mendekapnya di dada. Di ruangan itu mendadak Serrafona merasakan betapa dingin sekelilingnya tetapi ia juga merasakan betapa hangatnya kasih sayang dan rasa aman yang dipancarkan dari dada wanita itu.

Ia seolah merasakan dan mendengar lewat dekapan itu bahwa daripada berpisah lebih baik mereka mati bersama. Matanya basah ketika ia keluar dari kamar dan menghampiri suaminya, “Geraldo, saya adalah anak seorang pengemis, dan mungkinkah ibu sekarang masih ada di jalan setelah 24 tahun?” ini semua adalah awal dari kegiatan baru mereka mencari masa lalu Serrafona.

Berkelana dalam pencarian ...

Foto hitam-putih yang kabur itu diperbanyak puluhan ribu lembar dan disebar ke seluruh jaringan di seluruh negeri. Sebagai anak satu-satunya dari bekas pejabat yang cukup berpengaruh di kota itu, Serrafona.mendapatkan dukungan dari seluruh kantor kearsipan, surat kabar dan kantor catatan sipil.

Ia mendapatkan data-data dari seluruh panti-panti orang jompo dan badan-badan sosial di seluruh negeri dan mencari data tentang seorang wanita.

Bulan demi bulan telah berlalu, tapi tak ada perkembangan apapun dari usahanya. Mencari seorang wanita yang mengemis 25 tahun yang lalu di negeri dengan populasi 90 juta bukanlah sesuatu yang mudah bahkan mustahil untuk dilakukan.

Tapi Serrafona tidak punya pikiran untuk menyereah, dibantu sang suami yang begitu penuh pengertian, mereka terus menerus meningkatkan pencarian. Kini, tiap kali bermobil, mereka sengaja memilih daerah-daerah kumuh, sekedar untuk lebih akrab dengan nasib baik.

Terkadang ia berharap agar ibunya sudah almarhum, sehingga ia tidak terlalu menanggung dosa mengabaikannya selama seperempat abad. Tetapi ia tahu, entah bagaimana, bahwa ibunya masih ada, dan sedang menantinya sekarang. Ia memberitahu suaminya keyakinan itu berkali-kali, dan suaminya mengangguk-ngangguk penuh perharian.

Setelah berusaha dalam berbagai upaya pencarian, suatu sore Serrafona menerima kabar bahwa ada seorang wanita yang mungkin bisa membantu menemukan ibunya. Tanpa membuang waktu, tim pencari pun terbang ketempat wanita itu berada, sebuah rumah kumuh di daerah lampu merah, 600 km dari kota mereka.

Sekali melihat, mereka tahu bahwa wanita yang separuh buta itu, yang kini terbaring sekarat, adalah wanita didalam foto.

Dengan suara putus-putus, wanita itu mengakui bahwa ia memang pernah menculik seorang gadis kecil di tepi jalan, sekitar 25 tahun yang lalu. Tidak banyak yang diingatnya, tapi diluar dugaan ia masih ingat kota dan bahkan potongan-potongan jalan itu dimana ia mengincar gadis kecil itu dan kemudian menculiknya.

Serrafona memberi anak perempuan yang menjaga wanita itu sejumlah uang. Malam itu juga mereka mengunjungi kota di mana Serrafona diculik, mereka tinggal di sebuah hotel mewah dan mengerahkan orang-orang mereka untuk mencari nama jalan itu.

Semalaman Serrafona tidak bisa tidur. Dan untuk kesekian kalinya ia bertanya-tanya kenapa ia begitu yakin bahwa ibunya masih hidup dan sedang menunggunya, dan ia tetap tidak tahu jawabannya. Dua hari lewat tanpa kabar, pada hari ketiga, pukul 6 pagi, mereka menerima telepon dari salah seorang staf mereka.

“Tuhan maha penyayang nyonya, kalau memang Tuhan mengijinkan kami mungkin telah menemukan ibu nyonya, hanya cepat sedikit, waktunya mungkin tidak terlalu banyak lagi”.

Mobil mereka memasuki sebuah jalanan yang sepi, dipinggiran kota yang kumuh dan banyak angin. Rumah-rumah sepanjang jalan itu tua-tua dan kumuh.

Satu dua anak kecil tanpa baju bermain-main di tepi jalan dari jalanan pertama, mobil berbelok lagi kejalanan yang lebih kecil, kemudian masih belok lagi kejalanan berikutnya yang lebih kecil lagi. Semakin lama mereka semakin masuk dalam lingkungan yang semakin menunjukkan kemiskinan.

Tubuh Serrafona gemetar, ia seolah bisa mendengar panggilan itu.”cepat, mama menunggumu sayang’. Ia mulai berdoa:”Tuhan beri saya setahun untuk melayani mama. Saya akan melakukan apa saja untuknya”.

Ketika mobil berbelok memasuki jalan yang lebih kecil, dan ia bisa membaui kemiskinan yang amat sangat, ia berdoa,”Tuhan beri saya sebulan saja”. Mobil masih berbelok lagi kejalanan yang lebih kecil dan angin bertiup, berebut masuk melewati celah jendela mobil yang terbuka.

Ia mendengar lagi panggilan mamanya, dan ia mulai menangis,”Tuhan, kalau sebulan terlalu banyak, cukup beri kami seminggu untuk saling memanjakan”.

Ketika mereka masuk dibelokan terakhir, tubuhnya menggigil begitu hebatnya, sehingga Geraldo memeluknya erat-erat. Jalan itu bernama Los Felidas, panjangnya sekitar 180 kilometer dan hanya kekumuhan yang tampak dari sisi ke sisi, dari ujung ke ujung.

Di tengah-tengah jalan itu, di depan puing-puing sebuah toko, tampak gunungan sampah dan kantong-kantong plastik, dan di tengah-tengahnya, terbaring seorang wanita tua dengan pakaian yang sangat tidak layak untuk dipakai, tidak bergerak.

Mobil mereka berhenti diantara 4 mobil mewah lainnya dan 3 mobil polisi, di belakang mereka sebuah ambulans berhenti, diikuti keempat mobil rumah sakit lain. Dari kanan kiri muncul pengemis-pengemis yang segera memenuhi tempat itu.

“belum bergerak dari tadi.” Lapor salah seorang. Pandangan Serrafona gelap, tapi ia menguatkan dirinya untuk meraih kesadarannya dan turun dari mobil, suaminya dengan sigap sudah meloncat keluar, memburu ibu mertuanya. “Serrafona, kemari cepat! Ibumu masih hidup, tapi kau harus menguatkan hatimu.”

Serrafona memandang tembok dihadapannya, dan ingatan semasa kecilnya kembali menerawang saat ia menyandarkan kepalanya ke situ. Ia memandang lantai di kakinya dan kembali terlintas bayangan ketika ia mulai berjalan.

Ia membaui bau jalanan yang busuk, tapi mengingatkannya pada masa kecilnya. Air matanya mengalir keluar ketika ia melihat suaminya menyuntikkan sesuatu ke tangan wanita yang terbaring itu dan memberinya isyarat untuk mendekat.

“Tuhan”, ia meminta dengan seluruh jiwa raganya, “beri kami sehari, Tuhan, biarlah saya membiarkan mama mendekap saya dan memberitahukannya bahwa selama 25 tahun ini hidup saya amat bahagia. Sehingga mama tidak pernah sia-sia merawat saya”. Ia berlutut dan meraih kepala wanita itu ke dadanya.

Wanita tua itu perlahan membuka matanya dan memandang keliling, ke arah kerumunan orang-orang berbaju mewah dan parlente, ke arah mobil-mobil yang mengkilat dan ke arah wajah penuh air mata yang tampak seperti wajahnya sendiri disaat masih muda.

“mama …”, ia mendengar suara itu, dan ia tahu bahwa apa yang selama ini ditunggunya tiap malam dan setiap hari antara sadar dan tidak kini menjadi kenyataan. Ia tersenyum, dan dengan seluruh kekuatannya menarik lagi jiwanya yang akan lepas, dengan perlahan lahan ia mulai membuka genggaman tangannya, tampak sebuah anting yang sudah menghitam.

Serrafona mengangguk dan menyadari bahwa itulah pasangan anting yang selama ini dicarinya dan tanpa perduli sekelilingnya ia berbaring di atas jalanan itu dan merebahkan kepalanya di dada mamanya.

“mama, saya tinggal di istana dengan makanan enak setiap hari. Mama jangan pergi, kita bisa lakukan bersama-sama. Mama ingin makan, ingin tidur apapun juga …, mama jangan pergi …!”.

Ketika telinganya menangkap detak jantuk yang melemah ia berdoa lagi kepada Tuhan,”Tuhan Maha Pengasih dan Pemberi, Tuhan … satu jam saja … satu jam saja …” tapi dada yang didengarnya kini sunyi, sesunyi senja dan puluhan orang yang membisu. Hanya senyum itu, yang menandakan bahwa penantiannya selama seperempat abad tidak berakhir dengan sia-sia.

JALAN MENUJU KEBAHAGIAAN

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencapai hidup bahagia, antara lain:
  1. Beriman dan beramal shalih. Siapa yang beramal shalih baik laki-laki ataupun perempuan, maka ia akan mendapatkan pahala yang lebih baik ketimbang amalnya. 
  2. Banyak mengingat Allah (berdzikir) karena dengan dzikir akan diperoleh kelapangan dan ketenangan.
  3. Bersandar kepada Allah dan tawakkal pada-Nya, yakin dan percaya kepada-Nya dan bersemangat untuk meraih keutamaan-Nya.
  4. Berbuat baik kepada makhluk dalam bentuk ucapan maupun perbuatan dengan ikhlas kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya.
  5. Menyibukkan diri dengan mempelajari ilmu yang bermanfaat.
  6. Mencurahkan perhatian dengan apa yang sedang dihadapi disertai permintaan tolong kepada Allah Ta'ala, tanpa banyak berangan-angan (terhadap perkara dunia).
  7. Senantiasa mengingat dan menyebut nikmat yang telah diberikan Allah Ta'ala, baik nikmat lahir maupun batin.
  8. Selalu melihat orang yang di bawah dari sisi kehidupan dunia misalnya dalam masalah rezki karena dengan begitu kita tidak akan meremehkan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kita.
  9. Ketika melakukan sesuatu untuk manusia, jangan mengharapkan ucapan terima kasih ataupun balasan namun berharaplah hanya kepada Allah Ta'ala
Demikian beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencapai ketenangan dan kebahagiaan hidup. 
Wallahu ta‘ala a'lam bish-shawab.

PESAN SUNAN KALIJOGO

P.M AL-ANWAR: PESAN SUNAN KALIJOGO: “Yen wis tiba titiwancine kali-kali ilang kedunge, pasar ilang kumandange, wong wadon ilang wirange, mangka enggal-enggala tapa lelana ...

Tuesday, July 30, 2013

FASILITAS INTERNET GRATIS


Al-Anwar-Pondok Pesantren Modern Al-Anwar Ploso Pacitan yang terletak di Jln.KH. Hasyim Asy’ari No 41 Ploso Pacitan Jawa Timur Kode Pos 63515 Tlp. (0357)881563/0813382840 merupakan Pondok Pesantren yang didirikan oleh KH. Khariri Anwar (Alm). Di Pondok Pesantren pesantren tercipta Tripusat pendidikan yang terpadu, yaitu pendidikan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Pesantren bukan hanya menanamkan aspek kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotorik. Pesantren bukan hanya mengasah kecerdasan otak dan ketrampilan tangan, tetapi juga kekuatan mental dan kecerdasan spiritual.
Dengan bentuk pesantren inilah Pondok Pesantren Modern Al-Anwar sangat konsisten menerapkan disiplin berasrama bagi para penghuninya. Asrama penuh dengan program pendidikan, bukan sekadar sebagai tempat tidur santri. Dengan sistem asrama, para santri bisa berinteraksi dengan para guru secara lebih efektif dan produktif. Selain itu, santri dapat sepenuhnya terwarnai oleh program-program pendidikan pondok sehingga steril dari pengaruh kultur masyarakat sekitar yang kurang edukatif dan islami. Sistem asrama dapat pula mendidik santri dalam hal kemandirian, leadership, ukhuwah, dan bersosialisasi dengan teman-temannya yang memiliki latar belakang budaya yang beraneka ragam. Keistimewaan lain dari sistem asrama Pondok Pesantren Modern Al-Anwar adalah mengutamakan metode keteladanan dengan menjadikan kiyai dan guru guru sebagai figur sentral. Asrama Pondok Pesantren Modern Al-Anwar juga menciptakan lingkungan yang kondusif dengan masjid sebagai pusat yang menjiwai seluruh santri.
        Untuk menunjang semua program diatas pihak Pondok Pesantren Modern Al-Anwar juga berusaha memberikan fasilitas yang memadai melalui kerjasama dengan berbagai pihak. Salah satunya adalah dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Kemkominfo bersama Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) pada penghujung Tahun 2012 kemarin benar-benar merealisasikan bantuan program Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation (KPU/USO) di Kabupaten Pacitan. Pondok Pesantren Modern Al-Anwar Ploso Pacitan adalah satu-satunya Pondok Pesantren Modern yang ada di Kab. Pacitan yang mendapatkan bantuan tersebut.
Bantuan ini sangat bermanfaat bagi para santri yang ada di Pondok Pesantren Modern Al-Anwar pada khususnya dan masyarakat sekitar Pondok Pesantren Modern Al-Anwar pada umumnya. "Bantuan Ini merupakan bantuan yang sangat penting, karena memberikan nilai positif bagi santri pondok ditengah besarnya warga kabupaten untuk mendapatkan dan menggunakan internet sehat, mudah, cepat dan terjangkau," kata Didik, salah satu santri Pondok Pesantren Modern Al-Anwar .
        Dalam program KPU/USO dilakukan kerjasama antara pemerintah dan pihak ke tiga (penyedia jasa) yaitu, Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) dengan sistem kontrak penyelenggaraan selama 4 tahun. Setelah masa kontrak habis, maka alih tugas penyelenggaraan akses telekomunikasi dan internet diberikan kepada pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kominfo Daerah. “Alhamdulillaah, warga sekitar Pondok Pesantren Modern Al-Anwar bisa menggunakan internet gratis dari Kemkominfo, sejak berdirinya Pondok Pesantren Modern Al-Anwar ya baru kali ini ada internetnya” kata Ukik, warga sekitar pondok.
        Dia menambahkan, terima kasihnya kepada pemerintah yang berupaya memeratakan informasi keseluruh Tanah Air. Tanpa terkecuali khususnya Kab. Pacitan yang merupakan kota paling ujung barat dari Provinsi Jawa Timur ini.Program Kemkominfo yang diberi nama KPU/USO meunujukkan kewajiban pemerintah untuk menjamin tersedianya pelayanan publik bagi setiap warga negara, meskipun negara tidak secara langsung memegang peranan sebagai penyelenggara kegiatan tersebut. Pemerintah  melakukan pengelolaan dana KPU/USO yang diambil dari operator digunakan untuk penyediaan dan pembangunan fasilitas telekomunikasi dan informatika di daerah-daerah yang belum mendapatkan akses layanan telekomunikasi dan informatika. "Bantuan tersebut diperlukan, sebagai sarana untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dan tempat untuk membelajarkan santri tentang internet" kata Abdul Manan Anwar, Kepala Pondok Pesantren Al-Anwar.              
                Beliau juga menambahkan bahwa, sekarang para santri harus melek informasi disebabkan karena tuntunan zaman, jadi tidak ada lagi anggapan bahwa santri itu hanya pakai sarung saja, “Sarungan yo sarungan tapi semua sekarang harus pegang laptop” tambahnya.
“Semakin berkembangnya zaman ternyata Pondok Pesantren Al-Anwar semakin maju, buktinya melalui program pemerintah KPU/USO sekarang santri tidak ketinggalan informasi” ucap salah satu wali santri, saat mengunjungi anaknya dipondok.
          Akhirnya, tulisan ini diharapkan membuka wawasan kepada semua pembaca untuk meningkatkan kesadaran dan dukungan masyarakat luas tentang program pemerintah tersebut, sekaligus peningkatan kualitas sarana dan prasarana terhadap masyarakat dalam hal layanan Internet tanpa kabel ini. (taufik)


PESAN SUNAN KALIJOGO



“Yen wis tiba titiwancine kali-kali ilang kedunge, pasar ilang kumandange, wong wadon ilang wirange, mangka enggal-enggala tapa lelana njlajah desa milang kori, patang sasi aja ngasik balik yen durung entuk pituduh saka Gusti Allaah”.

“Jika sudah tiba jamannya di mana sungai-sungai hilang kedalamannya, pasar kehilangan keramaiannya, para wanita kehilangan rasa malunya, maka segeralah menjalankan perjalanan spiritual dari desa ke desa empat bulan lamanya, jangan kembali sebelum mendapatkan peetunjuk dari Allaah”.

KALI-KALI ILANG KEDUNGE(BANYAK SUNGAI MENJADI DANGKAL)
Mengandung makna, banyak manusia berilmu yang sudah tidak mahu mengamalkan ilmunya. Di jaman yang serba modern ini, seperti sudah tidak ada sesuatu yang gratis. Manusia terpola dalam kehidupan konsumtif dan komersial, sehingga rasa sosial menjadi luntur. Jika ingin mendapatkan ilmu maka harus membayar mahal. Ringkasnya banyak orang-orang berilmu mengkomersilkan illmunya.

PASAR ILANG KUMANDANGE(PASAR MENJADI SEPI)
Mengandung makna, tempat-tempat kebaikan seperti Masjid, Mushalla, Majlis Ta’lim dan Pondok Pesantren menjadi sepi, pasar adalah tempat berbelanja segala kebutuhan hidup, begitu juga tempat-tempat ibadah dan ilmu merupakan kebutuhan pokok manusia dalam memenuhi kewajibannya kepada Allaah. Orientasi hidup manusia hanyalah memenuhi kebahagiaan dunia dan mengesampingkan kebutuhan ahirat. Hidup tanpa pengendalian diri dan lebih condong pada kehidupan hedonis materialistik.

WONG WADON ILANG WIRANGE(WANITA KEHILANGAN RASA MALUNYA)
Mengandung makna, wanita modern tidak merasa tabu lagi mengeksploitasi keindahan tubuhnya, sepertinya mereka bangga kalau bagian-bagian tubuh yang semestinya disembunyikan dan ditutupi itu menjadi sebuah tontonan. Wanita yang seharusnya menempatkan dirinya sebagai madrasah pertama bagi anak-anak mereka jutru menghinakan dirinya dengan pakaian yang selayaknya tidak pantas ditiru anak-anak. Selain dalam hal berpakaian, banyak wanita yang berhias diri ketika keluar rumah tapi tak pernah berhias untuk suaminya di rumah.

Jika sudah terjadi demikian, mangka enggal-enggala tapa lelana njlajah desa milang kori, patang sasi aja ngasik balik yen durung entuk pituduh saka Gusti Allaah(maka segeralah menjalankan perjalanan spiritual dari desa ke desa empat bulan lamanya, jangan kembali sebelum mendapatkan peetunjuk dari Allaah), maknanya adalah, manusia harus segera meninggalkan jaman yang seperti itu, tidak mudah tergerus kemajuan jaman, tapi tetap konsisten mempertahankan nilai-nilai agama dan budaya, teruslah konsisten, teruslah istiqamah memegang kebenaran, sampai Allaah memberi jalan petunjuk.

SAKBEGJABEGJANE WONG KANG LALI, LUWIH BEGJA WONG KANG TANSAH ELING LAN WASPADA