Setiap orang yang mengaku dirinya
muslim, yang meyakini secara benar akan ke-Maha Besar-an Allah ‘Azza wa
Jalla dan mengakui secara sadar begitu lemah dan kecil dirinya di
hadapan-Nya, maka ia tidak akan pernah meninggalkan aktivitas ibadah
yang satu ini. Satu amal ibadah yang begitu mudah kita lakukan, namun ia
memiliki nilai yang begitu besar di sisi Allah. Amal ibadah itu ialah
berdo’a.
Do’a yang kita panjatkan kepada Allah, sejatinya merupakan pernyataan
diri akan kelemahan dan kerendahan kita, sekaligus sebagai pernyataan
akan penghambaan dan ketundukan diri kita kepada Allah. Begitu tingginya
kedudukan do’a dalam kehidupan seorang muslim, sampai-sampai Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam mengatakan bahwa do’a ibaratkan perisai.
Do’a merupakan ibadah, bahkan do’a termasuk ibadah yang utama. Dan ibadah yang kita lakukan sesungguhnya hanya akan diterima ketika kita bisa menunaikan syarat-syarat agar ibadah kita diterima Allah. Ketika niat yang tulus murni kita tujukan hanya untuk Allah semata serta kita melakukannya sesuai dengan apa yang telah dituntunkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam, maka sesungguhnya kita telah menunaikan syarat-syarat diterimanya sebuah ibadah.
Do’a merupakan ibadah, bahkan do’a termasuk ibadah yang utama. Dan ibadah yang kita lakukan sesungguhnya hanya akan diterima ketika kita bisa menunaikan syarat-syarat agar ibadah kita diterima Allah. Ketika niat yang tulus murni kita tujukan hanya untuk Allah semata serta kita melakukannya sesuai dengan apa yang telah dituntunkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam, maka sesungguhnya kita telah menunaikan syarat-syarat diterimanya sebuah ibadah.
Begitu pula dengan do’a yang kita panjatkan. Permohonan do’a yang kita
panjatkan, sudah semestinya kita tujukan hanya kepada Allah saja dan
kita berdoa seperti berdoanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam,
maka insyaAllah do’a kita tidak akan pernah sia-sia. Mengingat begitu
mulia dan pentingnya doa bagi seorang muslim, maka ada beberapa hal yang
perlu kita perhatikan, di antaranya:
1. Senantiasa berdo’a kepada Allah baik ketika ditimpa musibah maupun tidak. Allah berfirman:
1. Senantiasa berdo’a kepada Allah baik ketika ditimpa musibah maupun tidak. Allah berfirman:
وإذا مس الإنسانَ الضرُّ دعانا لجنبه أوقاعداً أو قائماً فلما كشفنا عنه ضُرُّه مرّ كأن لم يدعنا إلى ضُرٍّ مسهُّ
“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia
berdo’a kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri, tetapi
setelah kami hilangkan bahaya itu dari padanya dia (kembali) melalui
(jalannya) yang sesat, seolah-olah dia tidak pernah berdo’a kepada Kami
untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. (QS. Yunus: 12)
2. Tidak bermalas-malasan dalam berdo’a. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
2. Tidak bermalas-malasan dalam berdo’a. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
أعجِزُ الناس من عجز عن الدعاء وأبخلهم من بخل بالسلام
“Orang yang paling lemah adalah yang
lemah (malas) untuk berdo’a dan orang yang paling kikir adalah yang
kikir dalam bersalam.” (HR. Abu Ya’la, Thabrani, dan Ibnu Hibban, dengan
sanad yang shahih)
3. Tidak melampaui batas dalam berdo’a, seperti berdo’a dengan suara nyaring dan keras. Allah berfirman:
ادعوا ربكم تضرعاً وخُفية إنه لايحب المعتدين
“Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan
rendah diri dan suara yang lembut , sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al A’raf: 55)
Termasuk dalam kategori melampaui batas dalam berdo’a, antara lain:
a. Terlampaui mendetail (merinci) permohonan dalam berdo’a. Diriwayatkan dari ‘Aisyah:
Termasuk dalam kategori melampaui batas dalam berdo’a, antara lain:
a. Terlampaui mendetail (merinci) permohonan dalam berdo’a. Diriwayatkan dari ‘Aisyah:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يستحب الجوامعَ من الدعاء ويدعُ سِوى ذلك
“Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam biasa memilih untuk berdo’a dengan do’a-do’a yang jami’ (umum)
dan meninggalkan yang selain itu.” (HSR. Ahmad dan Abu Daud)
b. Mendo’akan kecelakaan untuk diri sendiri, keluarga dan harta. Allah berfirman:
b. Mendo’akan kecelakaan untuk diri sendiri, keluarga dan harta. Allah berfirman:
ويدع الإنسانُ باشرِّ دعاءه بالخير وكان الإنسانُ عجولاَ
“Dan manusia (seringkali) berdo’a untuk
kejahatan sebagaimana ia (biasanya) berdo’a untuk kebaikan. Dan memang
manusia bersifat tergesa-gesa.” (QS. Al Isra’: 11)
Demikianlah Allah melarang hamba-hamba-Nya berdo’a untuk kejelekan bagi dirinya dan orang lain, sekalipun seorang bapak atau ibu yang mendo’akan kejelekan kepada anaknya sewaktu marah, karena dikhawatirkan do’a tersebut bertepatan dengan waktu dimana saat itu Allah menerima dan mengabulkan do’a hamba-Nya. Sebagaimana Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
Demikianlah Allah melarang hamba-hamba-Nya berdo’a untuk kejelekan bagi dirinya dan orang lain, sekalipun seorang bapak atau ibu yang mendo’akan kejelekan kepada anaknya sewaktu marah, karena dikhawatirkan do’a tersebut bertepatan dengan waktu dimana saat itu Allah menerima dan mengabulkan do’a hamba-Nya. Sebagaimana Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
لاتدعوا على أنفسكم ولا تدعوا على أولادكم ، ولا تدعوا على أموالكم ، لا توافقوا من الله ساعةَ يسأل فيها عطاءً فيستجيب لكم
“Janganlah kamu berdo’a untuk
(kecelakaan) terhadap dirimu begitupun terhadap anak-anakmu dan terhadap
harta bendamu, jangan sampai nanti do’amu itu bertepatan dengan saat
dimana Allah sedang memenuhi permohonan, sehingga do’a burukmu itu
benar-benar terkabul.” (HR. Muslim)
c. Menyatakan dalam berdo’a: “Kabulkanlah jika Engkau menghendaki.” Disebutkan dalam hadits:
c. Menyatakan dalam berdo’a: “Kabulkanlah jika Engkau menghendaki.” Disebutkan dalam hadits:
عن
أنسٍ بن ملكٍ رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إذا
دعا أحدَكم فليعزم المسألةَ ولا يقولنّ : أللهم إنْ شئت فأعطني فإنه لا
مُستكرهُ له
“Dari Anas bin Malik , bersabda
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam jika seorang diantara kalain
berdo’a maka hendaknya ia bersungguh-sungguh dalam memohonkannya. Dan
janganlah ia berdo’a: “Ya Allah jika Engkau menghendaki, anugeerahkanlah
aku.” Karena sesungguhnya tidak ada yang dapat memaksa-Nya.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
d. Berdo’a memohon terjadinya dosa ataupun terjadinya pemutusan silaturrahim. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
d. Berdo’a memohon terjadinya dosa ataupun terjadinya pemutusan silaturrahim. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
لايزال يُستجابُ للعبدِ مالم يدع بإثمٍ أو قطيعةِ رحمٍ مالم يستأجل
“Akan selalu do’a seorang hamba
dikabulkan selam ia tidak berdo’a untuk sebuah dosa, atau (berdo’a)
untuk memutuskan silaturrahim serta selama ia tidak meminta dikabulkan
dengan segera.” (HR. Muslim)
4. Tidak tergesa-gesa dalam mengharapkan terkabulnya do’a. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
4. Tidak tergesa-gesa dalam mengharapkan terkabulnya do’a. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
يُستجابُ لأحدِكم مالم يعجل يقول دعوتُ فلم يُستجب لي
“Akan selalu dikabulkan do’a seorang
diantara kalian selama ia tidak meminta dikabulkan dengan segera, ia
berkata: “Saya sudah berdo’a tetapi belum dikabulkan permohonanku.” (HR.
Bukhari)
Umar bin Khattab pernah berkata: “Saya tidak terlalu mementingkan terkabulnya do’a tetapi yang terpenting bagiku adalah do’a itu (adalah ibadah) sehingga apabila kepentinganku adalah do’a maka ijabahnya akan mengikuti.”
5. Tidak meninggalkan do’a karena lelah dan bosan. Allah berfirman memuji sifat-sifat malaikat-malaikat-Nya:
Umar bin Khattab pernah berkata: “Saya tidak terlalu mementingkan terkabulnya do’a tetapi yang terpenting bagiku adalah do’a itu (adalah ibadah) sehingga apabila kepentinganku adalah do’a maka ijabahnya akan mengikuti.”
5. Tidak meninggalkan do’a karena lelah dan bosan. Allah berfirman memuji sifat-sifat malaikat-malaikat-Nya:
وله من في السماواتِ والأرضِ ومن عنده لا يستكبرون عن عبادته ولا يستحسرون . يُسبحون الليلَ والنهارَ لا يفتُرون
“Dan kepunyaan-Nyalah segala yang
dilangit dan dibumi. Dan Malaikat-malaikat yang disisi-Nya mereka tiada
mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tidak (pula) merasa letih.
Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (QS. Al
Anbiya: 19-20)
6. Tidak berdo’a dengan hati yang lalai. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
6. Tidak berdo’a dengan hati yang lalai. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
واعلموا أن الله لا يستجيبُ دُعاءً من قلب غافل لاه
“Dan ketahuilah! Sesungguhnya Allah
tidak mengabulkan do’a yang datang dari hati yang lalai dan lengah.”
(HR. Tirmidzi dan Thabrani dari Abu Hurairah dan dihasankan oleh Syeikh
Al Albani)
7. Mengangkat kedua tangan dalam berdo’a. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
7. Mengangkat kedua tangan dalam berdo’a. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
إن اللهَ حيٌ كريمٌ يستحيي إذا رفع الرجلُ إليه يديه أن يرُدَهما صفراً خائبين
“Sesungguhnya Allah yang Maha hidup dan
Maha pemurah merasa malu jika seseorang mengangkat kedua tangannya
(berdo’a) kepada-Nya dikembalikan kosong tidak mendapat apa-apa.” (HR.
Abu Daud dan Tirmidzi dan dihasankan oleh Syeikh Al Albani)
8. Senantiasa memulai do’a dengan pujian kepada Allah dan shalawat kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
8. Senantiasa memulai do’a dengan pujian kepada Allah dan shalawat kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
إذا صلى أحدكم فليبدأ بتحميد الله والثناء ثم يصلي على النبي صلى الله عليه وسلم ثم يدعوا بماشاء
“Apabila seseorang diantara kalian
berdo’a, maka hendaklah ia memulai dengan Alhamdulillah dan
pujian-pujian kepada Allah, lalu bershalawat kepada Nabi dan kemudian ia
berdo’a dengan apa yang ia kehendaki.” (HSR. Abu Daud)
Demikian beberapa hal yang patut diperhatikan dan diluruskan oleh setiap
muslim ketika berdo’a. Tertolak atau terkabulnya sebuah do’a adalah hak
prerogatif Allah. Maka selama kita mengikhlaskan do’a hanya kepada
Allah semata dan sesuai dengan adab dan syarat-syarat yang dicontohkan
oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam, maka insyaAllah Allah
akan mengabulkannya, dan Dia Maha Mendengar semua do’a kita.
Wallahu’alam.
No comments:
Post a Comment